4 Hal yang Meningkatkan Kecerdasan menurut Imam Syafi’i
Imam Syafi’i Rahimahullah adalah salah satu imam besar kaum Muslimin yang cahaya ilmunya menerangi gulita ruhani. Kecerdasan langka dikaruniakan oleh Allah Ta’ala kepada laki-laki kelahiran Gaza Palestina ini.
Di usia 7 tahun, Imam Syafi’i kecil sudah kelar menghafal al-Qur’an al-Karim. Utuh 30 juz. Secara sempurna. Di usianya yang baru 9 tahun, beliau sudah berhasil menguasai dengan menghafal dan memahami kandungan al-Muwatha’, kitab hadits monumental tulisan Imam Malik bin Anas yang merupakan salah satu guru utama Imam Syafi’i.
Maka di usianya yang ketujuh belas, beliau sudah diberi wewenang untuk memberikan fatwa. Artinya, di usia itu, beliau sudah memahami al-Qur’an al-Karim lengkap dengan ilmu tafsir, bahasa, fiqih, hadits, falak, waris, dan disiplin ilmu lainnya. Sebuah capaian amat mengagumkan yang tiada tandingannya hingga kini.
Lantas, apakah rahasianya? Kiat-kiat apa yang beliau lakukan hingga mendapatkan karunia langka nan membanggakan itu?
Dikutip oleh Syekh Abdul Fattah Abu Ghuddah saat menjelaskan Risalah al-Mustarsyidin, Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah menjelaskan dalam Zaadul Ma’ad tentang 4 hal yang mampu meningkatkan kecerdasan sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syafi’i Rahimahullah.
Tidak Membicarakan Hal Sia-sia
Termasuk dalam hal ini perbincangan canda tanpa makna, gurauan yang menjurus pada menyakiti nurani, berbicara kasar, kotor, ghibah, namimah, dan fitnah.
Rabah bin Yazid al-Lakhmi yang merupakan ahli ibadah dan zuhud menggubah sebuah syair tentang mujahadahnya dalam meninggalkan perkataan yang sia-sia.
Aku melatih jiwaku untuk tidak berbuat dosa sedikit demi sedikit, hingga akhirnya aku bisa mendisiplinkannya.
Aku pun melatih lidahku untuk tidak membicarakan hal-hal yang tidak berguna bagiku selama lima belas tahun, barulah aku mampu mendisiplinkannya.
Rabah bin Yazid ini bukan manusia biasa. Beliau mengukir prestasi gemilang sebagai salah satu permata zaman dari kalangan umat ini. Meski wafat di usia 38 tahun pada 172 Hijriyah, beliau berhasil menjadi panutan umat lantaran pesona akhlaknya dan terkabulnya doa.
Sungguh merupakan usia singkat yang diberkahi karena dijalani dengan meninggalkan perbincangan dan perbuatan yang tiada manfaatnya.
Bersiwak
Jika tidak memberatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hendak menganjurkan umatnya untuk bersiwak setiap hendak mengerjakan shalat, wajib maupun sunnah. Bukan tanpa alasan, tapi beliau amat memahami betapa bersiwak ini merupakan amalan yang memiliki banyak faedah dan kegunaan.
Bersiwak
Jika tidak memberatkan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hendak menganjurkan umatnya untuk bersiwak setiap hendak mengerjakan shalat, wajib maupun sunnah. Bukan tanpa alasan, tapi beliau amat memahami betapa bersiwak ini merupakan amalan yang memiliki banyak faedah dan kegunaan.
Gigi dan mulut merupakan salah satu tempat bersarangnya kotoran dan kuman bekas makanan. Jika tak dibersihkan, kotoran tersebut akan berkambang biak, menimbulkan bau, serta merusak syaraf-syaraf gigi dan mulut. Padahal, syaraf gigi terhubung ke berbagai anggota badan lain, termasuk yang langsung terhubung dengan otak.
Dalam konteks ibadah, perkataan menjadi salah satu amalan unggulan. Baik membaca al-Qur’an, berdzikir secara umum, ataupun berdakwah. Semuanya menggunakan perkataan yang asalnya dari lisan. Betapa besar dampaknya jika seorang hamba tak pernah membersihkan mulutnya hingga mengeluarkan bau yang mengganggu para malaikat dan manusia?
Bergaul dengan Orang Shalih
Orang shalih itu, satu di antara banyak cirinya, Anda akan langsung mengingat Allah Ta’ala ketika melihat, apalagi mendekatinya. Ada kedamaian hati, kejernihan fikiran, dan kebugaran fisik yang disalurkan oleh orang shalih kepada siapa pun yang menemuinya.
Maka berkumpul dengannya tak ubahnya dzikir kepada Allah Ta’ala. Sebelum menyampaikan pesan-pesan kebaikan, aura keshalihan yang terpancar dari wajah dan perangainya sudah cukup membuat hati gerimis kebahagiaan dan kegembiraan. Bahagia dan gembira inilah yang menjadi satu di antara sekian banyaknya sebab agar pikiran mudah menerima semua jenis ilmu kebaikan.
Bergaul dengan Orang Berilmu
Secara umum, orang yang berilmu tidak dibatasi pada bidang ilmu tertentu. Jika menghendaki kecerdasan dalam soalan ilmu fisika, misalnya, maka rajin-rajinlah bergaul dan menimba ilmu dengan para ahli fisika. Begitupun seterusnya.
Namun, dalam konteks Islam yang mulia, orang berilmu adalah mereka yang paling takut kepada Allah Ta’ala. Ilmu yang dia miliki senantiasa mendekatkan dirinya pada pemahaman terhadap Zat Yang Maha Mengetahui. Tiada sedikit pun kesombongan yang terbit dalam dirinya, kecuali ketakutan yang semakin bertambah seiring bertambahnya pengetahuan.
Orang-orang ini menyadari, bahwa semua ilmu berasal dari Allah Ta’ala. Hanya kepada-Nyalah semua pengetahuan dinisbatkan, bukan kepada manusia yang sejatinya amat lemah, pelupa, dan kerap mengerjakan kekeliruan.
Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Comments
Post a Comment